IDUL FITRI
Idul Fitri wajar dimaknai 'kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya
yang suci' sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Secara metafora,
kelahiran kembali ini bererti seorang Muslim selama sebulan melewati Ramadan berpuasa,
qiyam, dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali berislam, tanpa benci,
iri, dengki, celupar, riak, berprasangka buruk serta bersih dari segala dosa
dan kemaksiatan.
Idul Fitri bererti kembali pada naluri kemanusian murni, kembali pada keberagamaan yang lurus, dan kembali dari seluruh praktik busuk yang bertentangan dengan jiwa manusia suci. Kembali dari segala kepentingan duniawi yang tidak islami. Inilah makna Idul Fitri yang asli.
Hari Raya Idul Fitri sebagai epos penyempurna pascapuasa Ramadan menjadi sangat bererti ketika kemerdekaan kerdil diri kembali direngkuh. Manusia sebagai insan yang tidak pernah lepas dari salah dan lupa akan menemukan fitrahnya kembali apabila hari kemenangan ini dapat kita maknai dengan sungguh-sungguh. Bukan sekadar ritual yang ‘Habis Manis Sepah Dibuang’ atau pun ‘Dapat Gading, Tanduk Tidak Berguna Lagi’. Atau bergembira ria di hari Lebaran, selepas solat sunat Hari raya Idul Fitri berlalu segala sifat, mentaliti, dan perbuatan buruk mencuat kembali dan menorehkan tinta hitam di kertas putih dan suci.
"...dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS al-Baqarah:185)
Fitrah (kesucian) dapat menjadi dasar hidup kita berpijak. Maka kemudian lantunan takbir mengagungkan keesaan Allah SWT, tahmid atau bersyukur atas segala kurnia yang diberikan Allah SWT, dan tasbih iaitu menganggungkan kemahasucian Allah SWT), merupakan tombak spiritual kita dalam rangka memerangi segala macam problem kehidupan; baik berupa ketertindasan struktural, kebodohan sosial, kemunafikan, kedengkian, kebohongan, keculasan, dan segala yang merugikan bagi diri sendiri ataupun bagi lingkungan sosial kita. Selamat Idul Fitri, Memberi dan Menerima Kemaafan, Maaf Zahir dan Batin dari saya, Si Arisel Ba @ Subari @ Ismail Ahmad Jaafar Ibrahim ar-Rawi, Penjaga kaki Bukit Fraser, Tranum, Raub, Pahang.
Idul Fitri bererti kembali pada naluri kemanusian murni, kembali pada keberagamaan yang lurus, dan kembali dari seluruh praktik busuk yang bertentangan dengan jiwa manusia suci. Kembali dari segala kepentingan duniawi yang tidak islami. Inilah makna Idul Fitri yang asli.
Hari Raya Idul Fitri sebagai epos penyempurna pascapuasa Ramadan menjadi sangat bererti ketika kemerdekaan kerdil diri kembali direngkuh. Manusia sebagai insan yang tidak pernah lepas dari salah dan lupa akan menemukan fitrahnya kembali apabila hari kemenangan ini dapat kita maknai dengan sungguh-sungguh. Bukan sekadar ritual yang ‘Habis Manis Sepah Dibuang’ atau pun ‘Dapat Gading, Tanduk Tidak Berguna Lagi’. Atau bergembira ria di hari Lebaran, selepas solat sunat Hari raya Idul Fitri berlalu segala sifat, mentaliti, dan perbuatan buruk mencuat kembali dan menorehkan tinta hitam di kertas putih dan suci.
"...dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS al-Baqarah:185)
Fitrah (kesucian) dapat menjadi dasar hidup kita berpijak. Maka kemudian lantunan takbir mengagungkan keesaan Allah SWT, tahmid atau bersyukur atas segala kurnia yang diberikan Allah SWT, dan tasbih iaitu menganggungkan kemahasucian Allah SWT), merupakan tombak spiritual kita dalam rangka memerangi segala macam problem kehidupan; baik berupa ketertindasan struktural, kebodohan sosial, kemunafikan, kedengkian, kebohongan, keculasan, dan segala yang merugikan bagi diri sendiri ataupun bagi lingkungan sosial kita. Selamat Idul Fitri, Memberi dan Menerima Kemaafan, Maaf Zahir dan Batin dari saya, Si Arisel Ba @ Subari @ Ismail Ahmad Jaafar Ibrahim ar-Rawi, Penjaga kaki Bukit Fraser, Tranum, Raub, Pahang.
1 Syawal 1433.